Perbandingan Konsep Bunga pada Masa Skolastik dan Konsep Riba dalam Pandangan Ekonomi Islam

    Perbandingan Konsep Bunga pada Masa Skolastik dan Konsep Riba dalam Pandangan Ekonomi Islam

    OPINI - Pemikiran kaum skolastik menekankan pada kuatnya hubungan ekonomi dengan masalah etika, serta besarnya perhatian pada masalah keadilan. Hal tersebut disebabkan karena para pemikir ekonomi era skolastik sangat dipengaruhi oleh ajaran gereja.

    Pemikiran aliran skolastik yang populer adalah “justice price” atau “harga yang adil”. Maksud dari harga yang adil tersebut adalah harga yang sama besarnya dengan biaya-biaya dan tenaga kerja yang dikorbankan untuk menciptakan suatu komoditi. Selain itu, salah satu pemikir kaum skolastik juga membahas sekilas tentang bunga, mulai dari dilarang hingga dipeerbolehkannya pengenaan bunga dalam transaksi.

    Adapun hierarki sosial pada era skolastik bertipe platonic, yaitu golongan pekerja (peasanty), golongan prajurit (military) dan golongan pendeta (the elergy). Di mana, golongan pendeta ini menekankan pentingnya pengetahuan dan inilah yang menjadi rujukan ajaran skolastik.

    Pada abad pertengahaan, ajaran-ajaran gereja memang sangat dominan dibandinng ekonomi. Orang-orang di masa skolastik menganggap kekayaan materi itu perlu, sebab tanpa materi semua orang tidak bisa menghidupi diri sendiri, apalagi menolong orang lain.

    Bagaimanapun juga, motif ekonomi sangat dikecam, digambarkan dengan kalimat “the merchant can scarely or never pleased to God”. Adapun tokoh-tokoh dari aliran ini antara lain Peter Abaelardus, S. Albertus Magus, St. Thomas Aquinas, William Ockham, dan Nicolas Cusasus. Para tokoh pemikir aliran ini terbagi ke dalam tiga periode, yaitu skolastik awal yang berlangsung dari tahun 800-1200, skolastik abad pertengahan atau skolastik puncak yang berlangsung dari tahun 1200-1300, dan skolastik akhir yang berlangsung dari tahun 1300-1450.

    Salah satu tokoh pemikir ekonomi skolastik pada abad pertengahan adalah Thomas Aquinas.  Thomas Aquinas adalah seorang filsuf dan ahli teologi ternama dari Italia. Thomas Aquinas merupakan murid dari Albertus Magnus yang juga merupakan seorang teolog dan filsuf dari Italia. Selain itu, pandangan Thomas Aquinas juga banyak dipengaruhi oleh pandangan Aristoteles serta ajaran injil. Thomas Aquinas terkenal karena dapat membuat sintesis dari filsafat Aristoteles dan ajaran Gereja Kristen.

    Sintesisnya ini termuat dalam karya utamanya yaitu Summa Theologiae. Thomas Aquinas disebut sebagai “Ahli teologi utama orang Kristen.”  Bahkan memiliki gelar santo karena dianggap sebagai orang suci oleh Gereja Katolik. Dalam buku yang ditulis oleh Thomas Aquinas yang berjudul Summa Theologiae, beliau berpendapat bahwa memungut bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak adil karena sama saja dengan menjual sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

    Pandangan tersebut sama dengan apa yang dilontarkan oleh Aristoteles yang mengutuk penarikan bunga, sebab bunga adalah keuntungan dari sesuatu yang dilakukan tanpa usaha dan biaya. Namun, pandangan Thomas Aquinas tersebut tidak berlaku lagi sekarang.

    Dengan meminjamkan uang kepada orang lain, si pemilik uang tidak akan mendapat manfaat saat itu juga dari uang yang dimilikinya. Jika seseorang meminjamkan uangnya kepada orang lain dan kemudian orang itumemanfaatkan uang tersebut, baik itu untuk kegiatan usaha atau untuk sesuatu yang menguntungkan lainnya, maka sudah wajar jika si pemberi pinjaman diberi kompensasi sebagai balas jasa atas kesempatan untuk mendapatkan untung yang telah diberikan kepada si peminjam, disamping kemungkinan bahwa si peminjam tidak dapat mengembalikan pinjamannya.

    Artinya, pengenaan bunga untuk si peminjam dikatakan sah apabila uang yang dipinjam tersebut digunakan untuk membuka usaha ataupun kegiatan semacamnya. Melihat adanya kebenaran dalam pendapat Thomas Aquinas tersebut, maka pendapat itu selanjutnya dikembangkan dan disempurnakan sehingga menjadi suatu pembenaran dalam penetapan beban bunga atas transaksi pinjam meminjam uang.

    Adapun konsep bunga dan riba dalam perspektif Islam yaitu bahwa bunga merupakan tambahan yang dikenakan dalam trasaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan atau hasil pokok tersebut berdasarkan tempo waktu yang diperhitungkan secara pastidi muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.

    Sementara itu, riba secara bahasa berasal dari kata ziyadah yang artinya tambahan. Sedangkan menurut istilah, teknik riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Riba juga dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam.

    Di dalam islam, telah jelas disebutkan mengenai larangan riba yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits. Rasulullah saw. juga mengutuk dengan menggunakan kata-kata yang sangat terang, bukan saja merek yang mengambil riba, tetapi mereka yang memberikan riba dan para penulis yang mencatat transaksi atau para saksinya. Bahkan beliau menyamakan dosa orang yang mengambil riba sama dengan dosa yang melakukan zina sebanyak 36 kali lipat atau setara dengan orang yang menzinahi ibunya sendiri.

    Dengan demikian, jelas bahwa praktik riba/bunga sangatlah merugikan salah satu pihak dalam kontrak, dikarenakan terjadinya eksploitasi pelaku ekonomi atas pelaku yang lain dan eksploitasi sistem atas pelaku ekonomi.

    Pelarangan praktik riba dalam islam bertujuan agar terwujud aktifitas ekonomi yang adil dan maslahat antara pemilik harta (modal) dengan usaha, serta pemikulan resiko dan akibatnya secara berani dan penuh rasa taggung jawab.

    Penulis menarik kesimpulan bahwa riba/bunga pada masa skolastik, tepatnya pada kekristenan abad pertengahan, di mana pada awalnya pengenaan bunga dianggap sebagai tindakan yang berdosa dan diharamkan, namun seiring berjalannya waktu pandangan para tokoh pemikir ekonomi skolastik mulai memperbolehkan pengenaan bunga. Dengan melakukan terobosan baru melalui upaya melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi interst dan usury.

    Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Sedangkan, dalam Islam praktik riba dilarang keras karena dianggap merugikan salah satu pihak dalam kontrak, dikarenakan terjadi eksploitasi pelaku ekonomi atas pelaku yang lain dan ekspoitasi sistem atas pelaku ekonomi. Pelarangan riba dalam Islam telah jelas diatur dalam Al-Quran dan hadits, bahkan Rasulullah saw. juga mengutuk terhadap orang yang mengambil riba.

    Daftar Pustaka: HYPERLINK "http://pumariksa.blogspot.com/2014/01/sejarah-pemikiran-ekonomi-kaum-skolastik.html?m=1 (Diakses" http://pumariksa.blogspot.com/2014/01/sejarah-pemikiran-ekonomi-kaum-skolastik.html?m=1 (Diakses Pada Tanggal 07 Desember 2021)Zainuddin Ali, hukum perbankan syariah  (Jakarta: Sinar Grafika, 2008).M. Umar Chapra, system moneter islam (Jakarta: Gema Insani, 2000).Azim Islahi, Abdul, Economic Concepts of Ibn Taimiyah, (London: The IslamicFoundation, 1988).

    Penulis: Nur Hikma Yunus

    Muh. Ahkam Jayadi

    Muh. Ahkam Jayadi

    Artikel Sebelumnya

    Pendekatan Ekonomi Politik Marxis dan Neomarxisme...

    Artikel Berikutnya

    Penerapan Paradigma Tauhid dalam Teologi...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Pemerintah Indonesia Berhasil Menaikkan Pajak dan Menurunkan Subsidi, Menteri Keuangan Terbaiknya di Mana?
    Bimbingan Teknis Penyuluhan dan Pemberdayaan Petani di Lampung, Tingkatkan Pemahaman Digital dan Pendanaan Usaha
    Kapolres Barru Pimpin Apel Pergeseran Pasukan Pengamanan TPS Pilkada
    Kapolres Barru Lepas Surat Suara dan Logistik Pilkada 2024 Menuju PPS

    Ikuti Kami